Ngijing dalam Budaya Jawa
Di Kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan adanya hubungan yang sangat erat antara manusia dan yang gaib. Oleh karena itu di kalangan masyarakat Jawa terdapat tradisi- tradisi dalam penguburan. Seperti yang masih dilakukan masyarakat Jawa pada umumnyaterdapat upacara tradisi
Ngijing berasal dari kata kijing (nisan), sedangka ngijing berarti pemasangan kijing (nisan). Tradisi Ngijing pada upacara Selamatan Nyewu merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan leluhur yang dilaksanakan di pemakaman setempat.
Sebelum prosesi ngijing dilaksanakan ada 3 tahapan yang dirangkai dalam tiga malam.
Tahap pertama adalah tahlilan yang dilakukan pada malam pertama. Tahap kedua melakukan yasinan.Tahap ketiga yaitu satu malam sebelum prosesi, orang yang berhajat mengadakan khataman al-Qur'an. Biasanya, tradisi Ngijing ini dilakukan pada hari keempat dengan bantuan warga setempat. Perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dibawa termasuk nampan berisi sesajen.
Setelah keluarga yang punya hajat dan modin (ulama kampung) memulai memasuki area pemakaman. Tradisi ini diawali dengan do’a oleh modin dengan posisi di selatan makam, selanjutnya modin memulai pembongkaran makam dengan mencangkul tanah makam dengan dibantu beberapa warga secara bergantian. Penggalian makam terus dilakukan sampai terlihat pasak. Pasak yang terlihat tadi, kemudian diambil satu persatu dengan hati-hati dimulai dari pasak yang menutupi tulang kaki almarhum. Setelah semua pasak telah diangkat maka nampaklah tulang-belulang yang telah berusia seribu hari. Kemudian modin berdiri disebelah timur makam dan menghadap Qiblat lalu membacakan doa-doa keselamatan bagi si almarhum di akhirat dan bagi keluarga yang ditinggalkan didunia.
Setelah doa selesai dibacakan, mereka mulai menutupi liang makam dengan tanah dan meletakkan kijing di atas altar. Kemudian modin meminta orang yang paling tua dari keluarga yang melaksanakan tradisi Ngijing untuk meletakkan dua stupa kijing yang terletak di atas kedua ujung kijing. Pemasangan stupa kijing dimulai dari stupa kepala dengan di sertai kalimat doa berbahasa Jawa sesuai keinginan orang tersebut. Inti dari doa tersebut berisi tentang permohonan keselamatan almarhum di akhirat dan mohon akan bimbingannya di akhirat kelak. Selanjutnya, stupa kaki di pasang, maka lengkaplah proses pelaksanaan tradisi ngijing pada upacara selamatan nyewu.
Unsur-unsur animisme-dinamisme hingga kini pengaruhnya masih mewarnai sendi-sendi kehidupan mayarakat, terutama dalam ritualitas kebudayaan. Hal ini bisa diamati pada seremonial-seremonial budaya dalam masyarakat masih menunjukkan akan kepercayaannya terhadap makhluk supranatural. Meskipun demikian pada kenyataannya tradisi Ngijing tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Islam.
Kentalnya warna animisme-dinamisme dalam Tradisi Ngijing tidaklah kemudian dimaknai sebagai bentuk sinkretis, melainkan suatu bentuk dari kemampuan adaptasi kultural yang dimiliki oleh masyarakat setempat untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang melembaga dalam ritualitas kebudayaan masyarakat Jawa.
- Ngijing pada Upacara Slametan Nyewu.
Ngijing berasal dari kata kijing (nisan), sedangka ngijing berarti pemasangan kijing (nisan). Tradisi Ngijing pada upacara Selamatan Nyewu merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan leluhur yang dilaksanakan di pemakaman setempat.
Sebelum prosesi ngijing dilaksanakan ada 3 tahapan yang dirangkai dalam tiga malam.
Tahap pertama adalah tahlilan yang dilakukan pada malam pertama. Tahap kedua melakukan yasinan.Tahap ketiga yaitu satu malam sebelum prosesi, orang yang berhajat mengadakan khataman al-Qur'an. Biasanya, tradisi Ngijing ini dilakukan pada hari keempat dengan bantuan warga setempat. Perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dibawa termasuk nampan berisi sesajen.
Setelah keluarga yang punya hajat dan modin (ulama kampung) memulai memasuki area pemakaman. Tradisi ini diawali dengan do’a oleh modin dengan posisi di selatan makam, selanjutnya modin memulai pembongkaran makam dengan mencangkul tanah makam dengan dibantu beberapa warga secara bergantian. Penggalian makam terus dilakukan sampai terlihat pasak. Pasak yang terlihat tadi, kemudian diambil satu persatu dengan hati-hati dimulai dari pasak yang menutupi tulang kaki almarhum. Setelah semua pasak telah diangkat maka nampaklah tulang-belulang yang telah berusia seribu hari. Kemudian modin berdiri disebelah timur makam dan menghadap Qiblat lalu membacakan doa-doa keselamatan bagi si almarhum di akhirat dan bagi keluarga yang ditinggalkan didunia.
Setelah doa selesai dibacakan, mereka mulai menutupi liang makam dengan tanah dan meletakkan kijing di atas altar. Kemudian modin meminta orang yang paling tua dari keluarga yang melaksanakan tradisi Ngijing untuk meletakkan dua stupa kijing yang terletak di atas kedua ujung kijing. Pemasangan stupa kijing dimulai dari stupa kepala dengan di sertai kalimat doa berbahasa Jawa sesuai keinginan orang tersebut. Inti dari doa tersebut berisi tentang permohonan keselamatan almarhum di akhirat dan mohon akan bimbingannya di akhirat kelak. Selanjutnya, stupa kaki di pasang, maka lengkaplah proses pelaksanaan tradisi ngijing pada upacara selamatan nyewu.
Unsur-unsur animisme-dinamisme hingga kini pengaruhnya masih mewarnai sendi-sendi kehidupan mayarakat, terutama dalam ritualitas kebudayaan. Hal ini bisa diamati pada seremonial-seremonial budaya dalam masyarakat masih menunjukkan akan kepercayaannya terhadap makhluk supranatural. Meskipun demikian pada kenyataannya tradisi Ngijing tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Islam.
Kentalnya warna animisme-dinamisme dalam Tradisi Ngijing tidaklah kemudian dimaknai sebagai bentuk sinkretis, melainkan suatu bentuk dari kemampuan adaptasi kultural yang dimiliki oleh masyarakat setempat untuk mempertahankan nilai-nilai luhur yang melembaga dalam ritualitas kebudayaan masyarakat Jawa.
Komentar
Posting Komentar